Kamis, 17 Oktober 2013

Mimpi dengan Mata Terbuka : Cloud Atlas


 

“Our lives are not own. From womb to tomb, we are bound to others. Past and present. And by each crime and every kindness, we birth our future.
... Only as you gasp your dying breath shall you understand, your life amounted to no more than one drop in a limitless ocean. Yet what is any ocean but a multitude of drops”.

Kutipan ini berasal dari film cloud atlas, susah payah gue menyimak per kata, gue ulang beberapa kali sampe kalimatnya bisa padu. Ntah tatanan katanya udah bener apa belum, secara gue bukan pakar bahasa inggris. Tapi seengaknya gue memahami artinya. Beberapa bulan yang lalu film ini lagi ngehits banget, beberapa kalangan orang penasaran pingin nonton. Tapi bukan tontonan orang-orang yang mainstream, ada yang baru dikit diikutin. Film ini lebih ke arah film yang mengajak kita untuk berpikir dan menyimpulkan bukan film instan. Biasanya orang yang sudah menonton sebuah film sampai selesai dan tau bagian endingnya, ketertarikan mereka untuk menonton ulang sangat sedikit.

Tapi biasanya kalau filmnya bagus, ada kemungkinan beberapa orang tertarik untuk memutar dan menonton film itu lagi. Gue tertantang untuk menonton berkali-kali film ini, sampai detik ini pun gue masih menyimpan rasa penasaran mengapa bisa sampai sebegitu hebat nya settingan sebuah film. Tapi karena gue belum tuntas menyimpulkan film, makanya gue nonton untuk yang ke enam kalinya dan disini akan gue bahas filmnya.
Cloud Atlas terjalin dari enam cerita yang seakan terpisah, berbeda latar waktu dan cerita, berdurasi sekitar tiga jam. Dari tiga jam itu, setengah jam pertama gue bingung, setengah jam kedua gue nyerah, dan sisanya gue pasrah dibawa oleh cerita-cerita ini. Mungkin memang seharusnya gue nyerah dari awal dan ikut bermimpi. Film ini bener-bener bukan untuk dipahami selama nonton dan ditebak-tebak endingnya.
Seperti mimpi, alur film ini berlompatan dari satu kisah ke kisah lain. 

Semuanya terasa terhubung dan misterius, sebelum akhirnya jadi satu inti. Bagi gue, kaya dipaksa kembali ke usia lima tahun, tidur siang setelah ngedenger donger dari nenek, hanya saja dengan mata kebuka dan terus-menerus berpikir. Cerita dalam film ini digarap dengan detil sesuai jamannya, dialog-dialog berlangsung dalam tempo yang tenang, seperti mimpi. Karakter yang ada disini digambarkan dengan indah, perpindahan jiwa dari satu badan dan satu jaman ke masa depan juga, meski nggak mudah dipahami ngebuat gue berpikir tentang konsep karma. Dibantu pencitraan yang indah, semua kisah terpisah dalam film ini kemudia menyatu bernyawa sama.

Kisah Sixsmith dan Frobisher, petualangan Mr. Meeks, hidup singkat Sonmi dalam perbudakan dan ketakutan Zachry serta reaksinya pada pengetahuan baru. Semuanya nggak jauh dari yang kita alami sehari-hari. Atau setidaknya nggak jauh dari yang gue hadapi. Dalam tiap kisah, selalu ada bagian dari kisah sebelumnya yang terbawa, melompat-lompat, jejak tadi tetap berhasil disusupkan secara halus namun jelas.
Buat gue, bagian paling menarik dalam film ini adalah perpindahan jiwa dari tiap karakternya. Wajah mungkin sama-sama Hale Berry, tapi dalam setiap kisah selalu ada perubahan dalam peran. Selalu ada perpindahan jiwa, membingungkan sekaligus berhasil menggambarkan bagaimana keterkaitan perbuatan manusia pada satu waktu dengan kehidupan manusia pada waktu yang lain tidak terputus.
Ngebuat gue berpikir, mungkinkah demikian dengan jodoh? Kita masing-masing saling bertemu lagi dalam kehidupansekarang, seperti kita bertemu di kehidupan yang dulu *halah*

Film ini layak banget buat ditonton, seengaknya ditonton dua kali. Pertama kali untuk menangkap masing-masing kisah, kedua kalinya untuk menghubungkannya. Nikmati sendiri, pada hari yang santai dengan sound yang memadai. Alasannya? Nanti terjawab saat kalian menonton, selamat menonton :-D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar