Kamis, 17 Oktober 2013

Letter to Self : Kehidupan


Sudah lepas tengah malam, aku lelah sebetulnya. Tapi selagi ini masih hangat dalam pikiranku maka sebaiknya aku tuliskan di memo handphone ku dan di posting ke blogger. Disinilah aku, dikelilingi buku-buku lusuh dan kabel-kabel dingin tak bernyawa. Dari ventilasi samar sinar lampu mulai masuk sedikit, udara sejuk mengalir sebagai tanda ada makhluk hidup di komplek BPK A25 tepat di kamar paling depan. Ruangan mati ini bakal jadi tempatku menasehati diri sendiri soal hidup dan kehidupan. Mungkin agak sulit meleluconkan ini karena terdengar sarkas dan garing dari abad pertengahan bahkan masih lebih baik dari ini. Sudah lupakan, jangan terpusat pada bagian ini.

Beberapa hari ini kehidupan begitu tidak produktif hanya dijejali banyak masalah yang hilir mudik, tidak ada aktivitas yang begitu berarti. Sudah sangat jarang membaca buku, menggambar ilusi dan imajinasi abstrak, mendengarkan lagu-lagu yang menyayat hati, memodifikasi sebuah foto pun sudah tidak, bahkan memelukmu dengan penuh peluh sudah lupa rasanya. Hanya ini yang terlintas di pikiran untuk menjejali blog dengan postingan-postingan semu. Dalam waktu kurang setengah jam, aku seperti merasa berbicara dengan jiwa ku sendiri, mungkin kurang lebih seperti ini percakapannya.

“Kawan, dalam ruangan kamar mu ini kehidupan mungkin masih ada, tapi hidup dan kehidupan bukanlah hal yang sama. Tentu dirimu setuju dengan kata-kata ku, coba kau resapi. Jikalau masih terasa janggal dan ragu, coba ubah saja dalam bahasa perdebatan kita yang biasanya. Untuk hidup kau tak butuh kehidupan, tapi untuk menjalani kehidupan kau butuh hidup bukan? Atau sebaliknya, kau menjalani hidup untuk memperoleh yang disebut kehidupan? Bahasa kita memang rancu kawan, dan seperti itulah hidup dan kehidupan. Ruwet namun indah”.

Baiklah, let’s say life adalah yang kita sebut hidup dan live adalah yang kita sebut kehidupan. Beberapa orang yang aku temui, pernah bilang kehidupan yang nyata bisa kita jalani adalah kehidupan yang kita tentukan sendiri dan kita pegang sendiri kendalinya dan tak cuma sekadar hidup. Makan, minum, tidur, semua itu namanya tanda kalau kau hidup. Tapi apa bedanya kau dengan amoeba kalau kau hidup cuma makan dan tidur saja? Apa bedanya kau dengan pohon mangga di depan rumah itu? Tak ada beda, kau hidup tapi tak punya kehidupan. Bersyukurlah pada Allah, dia memberikan kita porsi lebih dia diberikan nafsu dan akal, dua hal yang membuat kita berbeda banyak dari yang kita sebut binatang dan tumbuhan yang kita tak mau dimasukkan dalam salah satu kerabat satu kerajaannya.

Get a live! Mungkin ini yang dikatakan orang tua ku dalam versi bahasa debat. Hidup ini bukan untuk direnungi, bukan untuk dijalani sekadar lalu, bukan untuk dipakai memuaskan nafsu. Kita punya tujuan, kita punya sebuah misi di dunia ini, satu perimbangan antara nafsu dan akal. Satu hal yang harus kita kejar dengan akal, itulah kenapa kita hidup menurutku,

“Kawanku, pikir dalam kerangka yang lebih luas mengapa kau ditaruh lahir di bumi pertiwi Indonesia tercinta yang sedang banyak kasus korupsi dan hutang ini? Mengapa kau tidak dilahirkan di negara adidaya yang sejahtera atau negara penuh teknologi maju yang teratur dan bersih itu? Atau bahkan mengapa kau tidak pernah berpikir mengapa kau tidak tinggal di Ethiopia yang mengalami kasus kelaparan dan krisis ekonomi maha dahsyat? Sungguh tak adil jika kau turut melihat hidupmu disini sebagai tambahan beban. Tidakkah kau lihat kalau mungkin kau akan susah menjadi sesuatu yang benar-benar tidak berguna jika lahir di negara-negara yang sudah maju itu? Atau mungkin kau makin mengalami kesulitan yang makin parah ketika berada di negara miskin, berpikirlah lebih dalam lagi mungkin kau akan lebih berguna disini dan disini kau dapat dibentuk. Ini soal tujuan, soal sebab kenapa yang belum pasti akibatnya”.

Baiklah, tak usah berpikir soal negara dulu, itu cuma perumpamaan. Kau hanya harus mencari jalan keluar bagi masalah masalah mu sendiri, mencari jalan untuk pergi dan pulang ke rumah, memanfaatkan waktu agar lebih produktif, menghabiskan waktu agar lebih berkualitas bersama orang-orang yang dirasa mampu membuat hidup menjadi lebih hidup dan satu hal lagi menulis dan membacalah sesuatu yang lain selain puisi cinta yang menyedihkan itu. Untuk penegasan, berjanjilah kawan kau akan berhenti melenguh dan mengeluh diwaktu yang sama. Berhenti untuk mengeluh jika memang masih mampu kau atasi, mulailah berdiskusi bukakan pikiran dan hati mu. Kita ini bukan sekadar hidup kan?
KITA PUNYA KEHIDUPAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar